Corona memberikan dampak luar biasa terhadap tatanan kehidupan di dunia ini. Bukan hanya bidang kesehatan yang jadi sibuk luar biasa. Bukan juga hanya dunia industri yang terkena dampaknya. Dunia pendidikan pun ikut terkena dampaknya, termasuk pendidikan anak usia dini atau PAUD.
Pada bulan maret 2020 Virus Corona atau Covid 19 masuk ke
Indonesia, terutama wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Saat itu dampaknya
belum terasa, masyarakat masih beraktifitas seperti biasa. Kantor-kantor masih
buka dengan kesibukannya. Sekolah-sekolah pun masih mengadakan kegiatan belajar
mengajar sesuai kurikulumnya.
Ketika pemerintah mulai memberlakukan pembatasan sosial
berskala besar barulah masyarakat merasakan dampaknya yang luar biasa.
Kantor-kantor tutup, para pekerjanya bekerja dari rumah, bahkan ada yang
dirumahkan tanpa gaji, ada juga yang mengalami pemutusan hubungan kerja atau
PHK. Pekerja lapangan seperti ojek online pun berteriak, karena ruang gerak
mereka terbatas dan hanya diperbolehkan mengantar barang saja.
Begitu juga di dunia pendidikan. Pemerintah mengharuskan
sekolah-sekolah tutup dan melakukan kegiatan belajar mengajarnya dari rumah
atau home learning. Peraturan itu berlaku untuk semua jenjang pendidikan,
termasuk Taman Kanak-Kanak (TK) atau PAUD. Tidak sedikit guru dan orang tua
yang mengeluhkan pembelajaran jarak jauh tersebut.
Pembelajaran jarak jauh merupakan hal baru di dunia
pendidikan Indonesia. Sebagian guru mungkin sudah sering mengikuti pelatihan
dalam jaringan atau online, tetapi untuk kegiatan belajar mengajar siswa hal itu belum
pernah dilakukannya. Apalagi dilakukan tanpa adanya petunjuk teknis atau
standar operasional dari pemerintah, sehingga guru melakukannya hanya
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka mengikuti pelatihan daring atau
online.
Bagi orang tua pembelajaran dari rumah juga hal yang baru.
Mereka belum siap membersamai putra-putrinya belajar, terutama mereka yang
bekerja. Mereka tahunya kegiatan belajar mengajar bersama guru, tatap muka, ada
pengarahan dan bimbingan dari guru, tidak satu arah. Sehingga mereka menilai
pembelajaran jarak jauh tidak efektif.
Orang tua yang memiliki anak di TK atau PAUD sangat merasakan hal itu.
Pembelajaran jarak jauh sangat tidak efektif untuk anak usia dini. Walaupun
orang tua sudah membersamainya, anak usia dini tetap harus belajar langsung bersama guru di sekolah agar aspek-aspek perkembangannya terstimulus dengan baik.
Dan mereka beranggapan, jika anak usia dini belajar di rumah
dan orang tua harus membersamainya, lebih baik
tidak perlu terdaftar di sekolah, biar saja anak belajar di rumah
bersama orang tua atau kakaknya. Mereka pun mewujudkan anggapannya itu dengan mengeluarkan
anaknya dari sekolah. Dan yang anaknya di kelompok A tidak dilanjutkannya ke
kelompok B. Orang tua yang baru mendaftarkan anaknya di lembaga PAUD atau TK pun tidak sedikit
yang menarik kembali uang pendaftarannya, mereka memutuskan untuk home
schooling atau mendaftarkan anaknya ke lembaga les membaca dan menulis.
Ditambah lagi mereka masih beranggapan pendidikan
untuk anak usia dini tidaklah penting, karena pemerintah juga tidak mewajibkan pendidikan untuk
anak usia dini. Pada jenjang pendidikan SD pun pendaftarannya tidak
mempersyaratkan anak wajib memiliki ijazah atau lulus TK terlebih dahulu. Untuk
SD swasta yang terpenting orang tua dapat membayar uang pendaftaran, sedangkan
di SD negeri asalkan usia anak sudah cukup orang tua dapat mendaftarkannya secara online.
Singkatnya, orang tua beranggapan pendidikan di Taman Kanak-Kanak atau PAUD tidaklah penting dan pemerintah pun belum mendukung agar jenjang pendidikan
paling dasar itu menjadi keharusan yang tidak bisa ditawar oleh orang tua yang
ingin menyekolahkan anaknya ke lembaga pendidikan formal yang diatur oleh pemerintah (Kemdikbud dan Kemenag). Sehingga keadaan pandemi yang mengharuskan home learning semakin mendukung mereka untuk tidak memasukkan anaknya ke PAUD atau TK
Keadaan tersebut membuat lembaga pendidikan anak usia dini
baik formal (TK,RA) maupun non formal mengalami pengurangan jumlah siswa yang
signifikan pada tahun ajaran baru nanti, seperti yang dialami oleh lembaga tempat penulis mengabdi dan beberapa lembaga PAUD lainnya yang bercerita kepada penulis. Sehingga, mau tidak mau mereka akan
mengurangi jumlah guru yang sudah ada. Bahkan ada lembaga PAUD/TK yang belum memperoleh siswa
satupun, sehingga dapat dipastikan lembaga-lembaga ini pada tahun ajaran baru
nanti tidak beroperasional alias tutup.
Sebagaimana kita ketahui, lembaga pendidikan swasta sumber
pendanaannya dari siswa, termasuk untuk menggaji para guru dan karyawan. Jumlah
siswa cukup, maka sekolah dapat beraktifitas sesuai program. Tetapi, jika
jumlah siswa kurang atau tidak ada maka sekolah tidak dapat melakukan kegiatan
belajar mengajar sesuai program yang ada.
Sehingga pada tahun ajaran baru 2020-2021 di dunia
pendidikan anak usia dini guru-gurunya terancam PHK massal. Bahkan tidak sedikit
lembaga PAUD yang tutup dikarenakan tidak ada siswa. Lembaga yang masih
beroperasional pun akan mengurangi gaji gurunya, dikarenakan selain jumlah
siswa yang berkurang, orang tua pun membayar SPPnya tidak 100%, dari awal
home learning mereka sudah meminta potongan SPP.
Hal itu berdampak juga bagi guru yang memiliki anak yang
bersekolah di swasata, sehingga mau tidak mau mereka harus merumahkan
anak-anaknya dikarenakan tidak adanya biaya untuk membayar pendaftaran dan SPP.
Jadilah, ini seperti garis membentuk lingkaran yang memberikan dampak nyata
bagi guru, terutama guru PAUD/TK yaitu Pemutusan Hubungan Kerja/PHK.
Semoga pemerintah mengetahui dan memahami keadaan ini, serta dapat membantu lembaga PAUD/TK terutama yang terancam tutup agar tidak terjadi PHK massal guru pada jenjang pendidikan paling bawah tersebut. Dan juga dapat membantu guru-guru PAUD baik yang terkena PHK mapun yang tidak dikarenakan berkurangnya gaji yang mereka peroleh.
Wallahu'alam
Guru PAUD dan TK Terancam PHK Massal Pada Tahun Ajaran Baru Nanti
Reviewed by Aa Fajar Sang Fakir Ilmu
on
Sunday, June 21, 2020
Rating:
Tulisan anda ini yang menjadi penghasut dan menjerumuskan pola pikir wali murid.apa anda sudah survei ke beberapa wilayah? Atau hanya di desa anda
ReplyDeleteApa yang ditulis sesuai dengan kenyataan di beberapa daerah, coba saja searching!! banyak tulisan serupa yang menggambarkan keadaan PAUD yang terancam tutup. Seperti artikel ini : https://www.kompasiana.com/amp/widikurniawan/5eed9060d541df5f2d302654/gara-gara-pandemi-tk-dan-paud-terancam-bangkrut#referrer=https://www.google.com
ReplyDeleteTerimakasih Aa Fajar sudah mewakili keadaan kami melalui tulisan ini. Semoga dibaca oleh pembuat kebijakan dan semoga teman2 yg belum dapat murid mendapatkan murid..
ReplyDeletedi daerahku sekolah paud terutama tk banyak yg masih sedikit muridnya. Tapi memang dilema. Secara kebutuhan PAUD gak wajib, sementara ancaman penyakit sangat besar. Semoga ada solusi yaaa.. Terus berkreasi yaa Aa Fajar PAUD!!
ReplyDeleteMenurut saya, tulisan ini mewakili lembaga2 yang mengalaminya.
ReplyDeleteSaya merasakan beberapa poin, diantaranya
1. Jumlah pendaftar murid saya menurun
2. Pendaftar bertanya berkali2 apakah 13 Juli benar2 sudah sekolah atau masih daring
3. Ada salah satu murid kelompok bermain saya yang tidak melanjutkan ke kelompok A dan memilih home schooling
4. Ada salah satu murid saya dari kelompok A meloncat ke SD, mendaftar tanpa ijasah, karena usia sudah 6 tahun dan diterima
Besar harapan saya, 13 Juli 2020 keadaanbaik, aman, sehat, PAUD kita bisa KBM tatap muka. Sanitasi sudah diperbaiki, tempat cuci tangan ditambah, semua sarana pendukung sekolah new normal sudah siap. Semoga 13 Juli 2020 PAUD bisa KBM tatap muka. Aamiiin....
Di daerah saya spp ttep full 100% bahkan ada kenaikan spp.meski pembalajran tidak maksimal..bahkan anak agak sulit untuk pembeljaran di rumah kadang susah sekali untuk beljr bahkan berharap ada guru yg bergerak hati nya untuk berkunjung dri rumah ke rumah walaupun 1minggu 2kali..atau 1minggu sekali.paling sedih anak tidak beljr sama sekali spp ttep bayar full...ank tdak bljr cz susah mau nya ama guru nya
ReplyDeletealhamdulillah .di Tk.kàmi sudah bnyak yg daftar terus tiap hr..
ReplyDelete