Guru-guru Milenial di TK yang Termarginalkan



 
Taman Kanak-kanak (TK) merupakan jenjang pendidikan anak usia dini formal yang perannya tidak bisa dipandang sebelah mata dalam menentukan masa depan generasi bangsa ini. Karena pendidikan pada anak usia dini sangatlah penting. Baik dan tidaknya seorang manusia sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang diperolehnya saat usia dini.

Seorang Guru Besar Universitas Indonesia yaitu Profesor Rhenald Kasali dalam bukunya “Sentra” mengungkapkan bahwa pelajaran yang diterima manusia pada waktu kecil akan terpatri kuat dalam ingatan dan membentuk diri bagai pahatan batu yang tak lekang oleh waktu. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa pengalaman-pengalaman yang diterima anak sejak kecil, bahkan sejak anak masih berada dalam kandungan ibu, akan membentuk seperti apa anak itu saat dewasa nanti.

Gambaran sederhananya, seorang anak usia dini ibarat sebuah bibit. Setiap bibit memerlukan perawatan sesuai karakternya. Jika perawatannya tepat, maka bibit akan tumbuh dengan baik dan dapat menghasilkan buah yang berkualitas. Namun jika sebaliknya, perawatannya tidak sesusai ketentuan, bibit akan tumbuh tidak baik bahkan bisa mati.  Seandainya tumbuhpun akan menghasilkan buah yang tidak berkualitas atau bahkan tidak berbuah.

Begitulah gambaran pentingnya pendidikan pada anak usia dini. Dalam standar kurikulum pendidikan anak usia dini, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 146 Tahun 2014 disebutkan ada 6 aspek perkembangan anak yang perlu dikembangkan oleh pendidik, yaitu Nilai Agama dan Moral, Seni, Psikomotorik, Bahasa, Kognitif, dan Sosial Emosional.

Keenam aspek perkembangan tersebut harus dapat terstimuulus dengan tepat sesuai kebutuhan dan potensi anak. Sehingga diperlukan pendidik yang bukan saja mengenal tumbuh kembang anak, namun juga menguasai materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan aspek perkembangan anak.

Sekarang tuntutan pendidikan pada anak usia dini semakin bertambah. Pasalnya, para pendiri lembaga PAUD (Formal dan Non Formal) dihadapkan oleh perubahan zaman yang begitu cepat dan sulit dibendung, salahsatunya adalah revolusi industri 4.0 yang serba digitalisasi. Tentunya keadaan ini menjadi pemacu bagi setiap lembaga untuk dapat mempersiapkan calon penerus bangsa yang dididiknya agar apat menghadapi tantangan tersebut.

Oleh karena itu pendidikan pada anak usia dini, terutama di TK, membutuhkan pendidik dari berbagai kualifikasi yang dapat mempersiapkan peserta didik menghadapi era digitalisasi. Bukan hanya sekadar memiliki kemampuan digital, namun juga memiliki keimanan dan ketakwaan yang handal. Sebagaimana yang tertuang dalam undang-unadang pendidikan.

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga negarayang demokratis serta bertanggung jawab”  (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 3)

Karena itu lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini merekrut generasi milenial yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan lembaga, menyukai dunia anak, memiliki minat belajar tinggi, dari berbagai latar belakang pendidikan non PAUD. Seperti lulusan bahasa Inggris, Informatika, Sains, Seni, dan Pendidikan Agama Islam.

Kehadiran para milenial dari berbagai latar belakang pendidikan tersebut pada pendidikan anak usia dini diharapkan dapat berkolaborasi dalam mendidik dan mengajar para calon-calon penerus bangsa ini. Yang lulusan Agama dapat mendidik nilai-nilai dan mengajarkan tata cara ibadah yang baik dan benar. Yang lulusan Sains dapat mengenalkan dasar-dasar Sains yang tepat. Begitu juga dengan lulusan Seni dapat memberikan pelajaran seni sesuai dengan tumbuh kembang anak dan sumber aslinya.

Seperti di TK tempat penulis mengabdi yang menggunakan pembelajaran sistem sentra. Ada Sentra Iman dan taqwa (Imtaq), sentra balok, sentra persiapan, sentra bermain peran, sentra seni, dan sentra sains. Pada sentra  imtaq yang mengajar adalah pendidik lulusan agama Islam,bukan lulusan PGPAUD. Pada sentra Sains pun demikian. Di sentra seni juga yang mengajar adalah pendidik lulusan seni. Begitu juga pada sentra balok pendidiknya bukan lulusan dari PGPAUD.

Para milenial tersebut berkolaborasi mendidik anak-anak usia dini dengan cinta kasih sesuai kualifikasi keilmuannya. Bertahun-tahun mereka mengorbankan waktu dan pemikirannya untuk membantu pemerintah mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagimana yang tercantum pada undang-undang di atas.

Namun sayang, peran mereka termarginalkan oleh ketentuan linieritas. Keberadaan mereka dianggap tidak ada. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 46 Tahun 2016 yang diubah dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 16 Tahun 2019 pemerintah memarginalkan mereka.

Karena peraturan linieritas tersebut menyebutkan yang  mengajar di TK hanya yang memiliki kualifikasi akademik Sarjana/Diploma IV PGTK, PGPAUD,dan Psikologi. Selain itu tidak masuk kualifikasi pendidik, sehingga tidak dapat mengajukan diri untuk mengikuti PPG (Pendidikan Profesi Guru) TK agar memiliki sertifikat pendidik dan berhak mendapatkan tunjangan profesi dari pemerintah.

Ironisnya, ada seorang pendidik yang telah menyelesaikan S2 PGPAUD tidak dapat mendaftar PPG menggunakan ijazah S2 nya itu dikarenakan S1 nya bukan dari PGPAUD. Padahal beliau sudah lama mengabdi dan mendidik anak bangsa dengan cinta kasih.

Begitu juga dengan pendidik iman dan taqwa yang lulusan agama, dan pendidik sentra seni, mereka tidak dapat mendaftar mengikuti PPG. Bukan karena mereka tidak kompeten. Tetapi hanya karena latar belakang pendidikan mereka bukan PGPAUD.

Sehingga jadilah mereka guru-guru milenial TK yang termarginalkan di era digital ini. Semoga dengan dipilihnya Nadiem Makarim menjadi Menteri Pendidikan yang berasal dari non kependidikan dapat membuat kebijakan yang memperhatikan guru-guru milenial yang termarginalkan itu. Jika menterinya saja bisa tidak linier, kenapa tidak dengan para guru?.





Guru-guru Milenial di TK yang Termarginalkan Guru-guru Milenial di TK  yang Termarginalkan Reviewed by Aa Fajar Sang Fakir Ilmu on Saturday, November 30, 2019 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.