Pembelajaran jarak jauh (PJJ)
masih terus berlangsung hingga batas waktu yang tidak menentu. Semua jenjang
pendidikan, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga perguruan tinggi
belum diperbolehkan melakukan kegiatan belajar tatap muka. Semua jenjang
belajar dengan menatap ke layar yang dibalik itu ada cerita dan makna.
Selalu ada cerita pada setiap
kegiatan belajar mengajar. Ketika pembelajaran di dalam kelas, guru banyak
menemukan peristiwa spesial (Special Moment) yang dapat dituliskan ke dalam catatan Best Practice mereka.
Peristiwa spesial itu tidak hanya ada pada jenjang perguruan tinggi. Pada PAUD
pun sangat banyak, dan bukan hanya
ketika tatap muka langsung, belajar online pun meninggalkan banyak
catatan peristiwa spesial.
Pembelajaran online berlangsung
menggunakan beberapa aplikasi. Seperti di lembaga penulis mengajar, kami
menggunakan aplikasi Zoom dan Video Call (VC) Whatsap. Ketika belajar bersama
dengan kegiatan yang memerlukan bimbingan khusus, seperti praktik sholat, kami
menggunakan aplikasi Zoom. Ketika pembelajaran yang memerlukan sedikit bimbingan
kami menggunakan VC.
Kedua cara tersebut memiliki kelebihan
dan kekurangan, dan itu sudah pasti.
Selain keduanya sangat dipengaruhi oleh kekuatan sinyal, keadaan lingkungan
sekitar peserta didik pun sangat menentukan keberlangsungan kegiatan belajar
mengajar yang baru di dunia pendidikan kita itu.
Penulis tidak akan membahas
kelebihan dan kekurangan kedua aplikasi tersebut. Tetapi, penulis akan
menyampaikan bahwa keduanya sama-sama menghasilkan peristiwa spesial seperti
ketika tatap muka di kelas, hanya pelakunya yang berbeda. Jika di kelas hanya oleh
peserta didik, ketika PJJ yang mendampingi pun ikut berperan.
Seperti di PAUD. Mayoritas
peserta didik sangat antusias mengikuti pembelajaran dari balik layar. Meski
tidak beberapa lama ada yang kakinya sudah di atas, badannya berbaring, ada
yang loncat-laoncat di atas sofa, dan ada juga yang ingin terus berbicara seakan sedang berkomunikasi kepada orang
tuanya melalui gawai.
Namanya juga anak usia dini,
sangat wajar mereka seperti itu. Karena bergerak dan berbicara merupakan
kebutuhan asasi mereka yang keduanya dapat mereka peroleh dalam kegiatan
bermain. Maka sangat tepat para pakar pendidikan mengemas konsep belajar di
PAUD melalui bermain. Hanya saja kurang tepat, bahasa halusnya tidak efektif,
kegiatan bermain dilakukan secara online.
Kalau bermain menggunakan
aplikasi permainan di gawai sangatlah banyak. Tetapi ini tidak dapat memenuhi
kebutuhan seluruh aspek perkembangan anak, bahkan berpotensi mengganggu
perkembangan kognitif, bahasa, dan sosial emosioanal anak. Sehingga apapun
keadaannya guru harus memberikan kegiatan belajar sambil bermain serupa dengan
di dalam kelas.
Guru PAUD sangatlah kreatif,
kemampuan ini sudah keharusan, maka mudah saja bagi mereka merancang kegiatan
belajar bernuansa permainan yang dapat dikerjakan anak hanya dengan melihat
video tutorial yang dibuat guru atau memperhatikan penjelasan guru ketika online. Hal ini terbukti, banyak rekan-rekan
penulis membuat kegiatan belajar yang variatif dan kreatif untuk peserta didik
mereka di rumah.
Ketika guru menyampaikan kegiatan.
Peserta didik sangat senang, persis seperti ketika tatap muka di kelas. Ada
yang bertepuk tangan sambil berteriak “hoooreeee”, “Asikkkkk”, ada juga yang
berkata “yeeeee”. Mereka semua sangat antusias.
Ketika guru menjelaskan tata cara
mengerjakannya pun mereka sangat antusias memperhatikan sesuai gaya mereka
masing-masing. Anak audio-visual sangat fokus menatap layar. Yang sensori
memperhatikannya ada yang sambil mengorek-ngorek gawai atau benda yang ada di
dekatnya, ada yang sambil menggerak-gerakkan kaki atau tangannya, ada juga yang
muter-muter sambil sesekali mata mereka melihat
layar laptop atau gawai.
Guru PAUD, karena faham dengan
tumbuh kembang dan gaya belajar anak, hanya senyum-senyum sambil sesekali menyapa
anak sedang menyalurkan bakat dan rasa ingin tahunya itu. Sementara orang tua
atau orang dewasa yang ada di rumah, si mbak atau nenek misal. Mereka justeru
membuat suasana belajar jadi kurang kondusif.
“Duduk tenang ga, fokus, dengerin
gurunya!”. Begitulah kalimat dari orang dewasa yang terdengar jelas hingga
menambah keramaian dalam jaringan. Ada juga yang karena tidak sabar, akhirnya
memaksa anaknya untuk duduk tenang sehingga sang anak memberontak dan melakukan
perlawanan dengan suara tangisnya. Jadilah ada keharuan dalam jaringan itu,
jika menggunakan zoom bisa di mute. Tetapi, ketika VC kami tepaksa menikmati suara haru itu.
Ada juga ketika menggunakan
aplikasi zoom. Pembelajaran baru dimulai. Guru baru melakukan opening, menyapa
anak-anak, dan menanyakan kabar. Kemudian para peserta didik merespon sesuai
tahapan sosial emosional mereka. Ada yang menjawabnya singkat, ada yang
berulang, dan ada yang mengajukan pertanyaan balik. Sehingga suasana cukup ramai
seperti di kelas.
Bagi guru keadaan seperti itu
adalah wajar. Dengan begitu guru dapat berinteraksi dan mengetahui perkembangan
peserta didik. Tetapi, bagi sebagian orang dewasa yang mendampingi, hal itu
tidak wajar. Menurut mereka itu gaduh, sehingga karena tidak sabarnya beberapa
orang dewasa ada yang berteriak di kolom chat “Pak/Bu berisik, tolong dong di
mute all”. Selesai acara mereka mengeluhkan kegiatan pembelajaran kurang
kondusif.
Ketika mengerjakan tugas. Guru
sangat berharap anak dapat mengerjakannya sendiri sesuai kemampuan mereka.
Karena pada dasarnya, kegiatan yang diberikan guru adalah untuk menstimulus
aspek perkembangan anak. Tetapi, dari balik layar, tidak sedikit orang dewasa
yang berada di dekat anak ikut menyumbangkan pengetahuan dan keterampilannya
pada tugas anak.
Bahkan ada orang tua yang gurunya
belum selesai menyampaikan pertanyaan mereka sudah menjawab. Dan tentu saja
jawabannya mendorong sang anak untuk berbicara di tengah perkataan gurunya. Ada
juga orang tua yang berbisik-bisik hingga mata sang anak tertuju kepadanya
sambil sesekali bibirnya bergerak menandakan ia sedang berkata “Apaan?”.
Begitulah spesial momen
Pembelajaran Jarak Jauh di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Guru selain
mengetahui capaian perkembangan peserta didik juga dapat mengetahui tingkat
perkembangan orang tua atau dewasa yang ikut mendampingi, terutama perkembangan
sosial emosional mereka dalam hal “sabar membersamai anak”. Bukan sekadar sabar mendampingi hingga
selesai, tetapi sabar untuk membiarkan anak belajar sesuai tahapan
perkembangannya dan sabar mendengar celoteh kecil mereka di dalam layar.
Wallahu’alam
No comments: