38 tahun lalu ia sangat gembira menyambut kehadiranku ke
dunia fana ini. Wajahnya berseri-seri, ia sangat bersyukur melihat tubuh mungilku. Suara tangisku menambah kegembiraannya. Ia sangat berterimakasih kepada
Allah SWT yang telah menganugerahkanku kepadanya dalam keadaan sehat wal’afiat.
Sebagai rasa sykur itu, ia menggendongku dengan penuh kasih
sayang. Didekapnya aku. Hingga tubuh mungilku menyentuh dadanya dan dapat
merasakan datuk jantung kegembiraannya, itulah kali pertama aku merasakan detak
jantungnya. Kemudian ia mengumandangkan kalimat-kalimat agung ke telinga kanan
dan kiriku. Itulah kali pertama aku mendengar kalimat tauhid “Laa ilaaha
illallah” dari ia yang mengasihiku.
Kemudian dengan berharap kebaikan kepada sang Mahabaik ia
memberiku nama sesuai waktu kelahiranku yaitu Fajar. Dengan nama yang
diberikannya ia sangat berharap agar aku menjadi orang yang terus berjalan,
berusaha, belajar, menuju cahaya yang
terang benderang dan dapat menuntun, menginformasikan, mengajar orang lain menuju
cahaya kebaikan. Itulah makna dari namaku “Firman Mudiana Fajar” yang ia
berikan 38 tahun lalu.
Setelah itu, ia merawatku dengan kasih sayang. Ia sering
memandikanku. Bahkan bisa dikatakan ia lah orang pertama yang memandikanku
karena ibuku belum berani memandikan tubuh mungilku yang masih merah. Dan
memang semua saudara kandungku bahkan hingga cucu yang serumah dengannya ia lah
yang memandikannya saat masih bayi.
Bukan hanya memandikanku, setelah aku dapat mengunyah
makanan ia sering menyuapiniku. Aku digendongnya, sambil tangannya bergerak
menyuapin mulutnya bersenandung kalimat-kalimat thoyibah. Ia sangat berharap
agar kelak aku menjadi orang sholeh yang mengajarkan kebaikan (thoyib).
Ketika aku sudah mulai berbicara dan selalu ingin tahu, ia
memperkenalkanku dengan huruf-huruf yang sekarang aku dapat merangkainya ini.
Ia juga memperkenalkanku dengan huruf-huruf alquran hingga aku bisa membaca
kalam ilahi itu seperti sekarang ini. Ia juga mengajarkanku tentang
ajaran-ajaran agama Islam, hingga aku dapat mengenal ajaran agama yang mulia
itu sampai saat ini.
Ia sangat ingin agar aku dan saudara-saudaraku menjadi orang
yang faham dengan ajaran agama Islam. Karenanya, saat aku memasuki usia sekolah
ia memasukkanku ke Madrasah Ibtidaiyah
dan Madrasah Diniyah pada sore harinya.
Ia selalu berpesan “jangan pernah ninggalin sholat. Dalam
keadaan apapun kerjakan sholat yang lima waktu”. Itulah pesan yang selalu ia
sampaikan dan juga diamalkannya. Saat sakit separah apapun ia tidak pernah
meninggalkan amalan pengokoh tiang agama itu. Di penghujung usianya pun, ia bertayamun
di atas tempat tidurnya untuk dapat mengerjakan rukun islam tersebut.
Pada hari Senin 11 Mei 2020 bertepatan dengan tanggal 18
Ramadhan 1441 H ia sakit. Saat itu aku melihatnya ia kesulitan untuk bergerak,
tubuhnya lemas, ia merasakan perutnya kembung dan berasa mual. Setelah aku
menerapinya, adzan sholat ashar berkumandang, ia ingin sholat dan minta dibantu
untuk bertayamum. Ia sangat istiqomah dengan pesannya tersebut. Ia tidak pernah
meninggalkan sholat.
Di hari yang sama, tepatnya pada jam 22.10 aku dapat kabar bahwa ia sesak nafas. Dengan penuh kehawatiran aku datang menemuinya. Saat tiba, aku
melihat ia seperti sedang berusaha mengucapkan sesuatu. Dadanya naik turun,
suara nafasnya terdengar kencang.
Aku memanggilnya “Pah, papah...ini fajar. Ini fajar pah”.
Tak terasa air mataku menetes menyadarkanku bahwa orang yang selama 38 tahun
mengasihiku ini akan pergi meninggalkan dunia fana ini.
Maka ku peluk tubuhnya, tanganku menyentuh dadanya, hingga
ku merasakan detak jantungnya. Lalu ku dekatkan wajahku ke telinganya. Kemudian
ku ucapkan kalimat yang 38 tahun lalu ia ucapkan ke telinga kanan-kiriku. “laa
ilaaha illallah”, berulang kali kalimat agung itu ku ucapkan hingga ku merasakan jantungnya sudah tak berdetak dan tak ku dengar lagi suara nafasnya. Tetesan air mataku bertambah deras mengakhiri
ucapan kalimat thoyyibah yang 38 tahun lalu ia perdengarkan kepadaku.
Sambil berkata “Fajar iklas pah, fajar iklas, allahummaghfirlahu..” ku
usap wajah orang yang 38 tahun lalu mengusap kulit wajahku dengan kasih sayang.
Kemudian ku peluk ibuku yang menangisi kepergiannya. “Sudah mah, yang sabar,
mamah iklasin papah, biar papah tenang, insya Allah papah baik
meninggal di bulan yang baik”. Ucapku menenangkan wanita yang 38 tahun lalu
menyaksikan betapa bahagianya pria yang dicintainya itu ketika kali pertama menggendongku
yang hadir ke dunia ini.
Pada hari Selasa, 12 Mei 2020/19 Ramadhan 1441 H. Jam 06.00 kurang, saat fajar menyingsing. Aku
mengggendong tubuh orang yang pada 38 tahun lalu selalu menggendongku, kemudian aku
meletekkannya di atas pemandian. Aku memandikan tubuh orang yang 38 tahun lalu
dan saat aku kecil selalu memandikanku dengan penuh kasih sayang.
Setelah itu, aku ikut membungkus tubuh orang yang 38 tahun
lalu selalu membungkus tubuhku dengan pakaian-pakaian indah yang ia berikan
kepadaku sebagai bentuk cinta kasihnya.
Lalu, aku menyolatkan tubuh orang yang
pertama memperkenalkanku tentang sholat dan selalu berpesan agar istiqomah
mendirikan rukun Islam tersebut.
Kemudian, di dalam ambulan, aku mendampingi tubuh orang yang
38 tahun lalu selalu mendampingi saat aku tidur. Pada jam 11 kurang, aku memeluknya
untuk yang terakhir kali, lalu ku letakkan ke tempat peristirahatan terakhirnya
tubuh orang yang 38 tahun lalu selalu memeluk dan meletakkanku di tempat tidur
dengan penuh kasih sayang.
Sambil menutup liang tempat peristirahatan orang yang sangat
berjasa bagiku itu, aku memohon kepada Allah SWT agar kiranya menerima Islam dan
Imannya, menerima amal sholehnya, mengampuni segala khilafnya, dan menjadikan
setiap huruf yang ku tulis sebagai amal jariah untuknya karena ia lah orang
pertama yang memperkenalkan huruf-huruf ini kepadaku, dan menjadikan setiap
kebaikan yang ku kerjakan sebagai tambahan pahala kebaikan untuknya karena
selama 38 tahun ia telah mengajarkan kebaikan-kebaikan kepadaku dengan sangat
baik.
Selamat jalan papah, terimakasih atas cinta, kasih sayang,
dan pendidikan yang engkau berikan selama 38 tahun. Maaf, maaf, maafkan, anakmu
ini belum bisa dan memang tidak akan pernah bisa membalas kebaikan-kebaikan
yang engkau berikan selama 38 tahun lebih.
Hanya doa yang bisa ku ucapkan untuk mengenang kebaikan mu
selama 38 tahun, agar sang Mahabaik selalu memberimu kebaikan di alam barzah, “Robbighfirli
waliwalidayya warhamhuma kama robbayani shoghiro”.
Aamin Yaa Robbal'alamin
Jakarta, 12 Mei 2020/ 20 Ramadhan 1441 H
Foto Papah Saat Aku Masih Kecil dan Saat Idul Fitri 1440 H |
Maaf Papah, Kebaikanmu Selama 38 Tahun Hanya Bisa Ku Kenang Dengan Doa Singkat
Reviewed by Aa Fajar Sang Fakir Ilmu
on
Wednesday, May 13, 2020
Rating:
terima aksih papa
ReplyDelete