Home learning dari awal wabah hingga saat ini banyak memberikan pembelajaran kepada orang tua, termasuk penulis. Sehingga kata "Learning" berpeluang untuk dimakzulkan lalu diganti oleh "Schooling" seperti yang penulis lakukan.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta pada
bulan Juni ini sudah memasuki masa transisi dan akan menjadi New Normal, yang
berarti aktifitas warga akan kembali seperti sebelum ada wabah. Hanya saja
mereka akan beraktifitas dengan peraturan atau tata cara baru sesuai protokol
kesehatan pencegah penularan dan penyebaran Covid 19.
Beberapa sektor sudah mulai menunjukkan pergerakkannya.
Ibarat orang tertidur, mereka sudah mulai membuka mata dan menggerakkan anggota
tubuhnya. Masjid-Masjid pun sudah mulai melaksanakan Sholat berjama’ah termasuk
ibadah Sholat Jum’at yang sangat dirindukan umat Islam.
Namun, keadaan tersebut tidak terjadi pada sektor
pendidikan. Di DKI Jakarta, pemerintah sudah menetapkan awal dimulainya tahun
ajaran baru 2020-2021 adalah 13 Juli 2020. Tetapi itu hanya tanda permulaan ajaran
baru, bukan berarti kegiatan belajar mengajar akan dilakukan di
sekolah-sekolah.
Mulai dari pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi
tetap melakukan pembelajaran jarak jauh atau Home Learning. Alasannya, karena
anak-anak sangat rentan tertular atau menjadi pembawa virus Corona. Orang tua khawatir
anak mereka terkena Corona. Bahkan, tidak sedikit orang tua yang menandatangani
petisi menolak anak-anak belajar di sekolah.Pemerintah pun demikian, mereka
masih khawatir pasien karena virus dari China ini bertambah jumlahnya terutama
pada kalangan anak-anak.
Penulis, sebagai orang tua, walaupun tidak ikut
menandatangani petisi itu, setuju untuk anak-anak tidak bersekolah. Tetapi,
bukan karena wabah ini belum berakhir dan takut anak tertular. Melainkan karena belum
adanya alat tes yang akurat dan cepat untuk memastikan seseorang positif covid
atau tidak. Penulis khawatir, anak flu, demam, langsung divonis covid lalu
dijauhi oleh lingkungannya.
Adapun penyakit. Penulis meyakini, siapapun jika Tuhan
takdirkan sakit pasti akan sakit dan jika sudah waktunya mati pasti akan mati,
tidak harus sakit Corona. Maka, kita dan anak-anak kita harus siap menghadapi
itu. Tinggal, alat penentu sakitnya yang harus diperbaiki. Jangan sampai mendzalimi,
orang yang meninggal bukan karena Corona divonis Corona sehingga dimakamkan dengan tatacara yang jauh dari pendampingan keluarga.
Tetapi juga, penulis sebagai seorang pendidik melihat,
mengetahui, dan meyakini bahwa kegiatan transfer ilmu jarak jauh atau Home Learning itu tidak efektif. Terutama untuk anak usia dini. Karena pendidikan
anak usia dini memiliki prinsip-prinsip pembelajaran yang sulit terealisasi
melalui pembelajaran jarak jauh.
Prinsip belajar sambil bermain, pendidikan karakter, guru adalah model, berorientasi pada tumbuh
kembang anak, perkembangan terpadu, kegiatan sesuai kebutuhan anak, memberikan
stimulus dan guru sebagai fasilitator sulit terwujud dari jarak jauh. Apalagi memberlakukan
kaidah-kaidah pembelajaran sentra bagi sekolah yang pendekatan pembelajarannya menggunakan
metode itu. Termasuk, guru juga akan kesulitan melakukan penilaian yang otentik
dan berkesinambungan.
Karena itu penulis memutuskan untuk tahun ajaran baru nanti tidak mendaftarkan kedua anak penulis sekolah. Seharusnya, anak nomor dua tahun
ajaran nanti masuk Sekolah Dasar, sekarang masih TK. Dan anak nomor tiga masuk
TK. Penulis dan istri sepakat melakukan Home Schooling untuk mereka berdua
selama pemerintah masih memberlakukan Home Learning.
Apa bedanya Home Schooling dengan Home Learning, bukankah
keduanya sama-sama belajar di rumah ?
Bedanya. Pada Home Learning, orang tua harus mendaftarkan anaknya
ke sekolah terlebih dahulu. Adapun Home Schooling, tidak, karena rumah lah
yang menjadi lembaga pendidikannya. Home learning yang mengajar guru sekolah
dari jarak jauh. Sedangkan, Home Schooling orang taulah yang menjadi gurunya.
Mereka juga yang mempersiapkan materi pelajarannya. Dan selama dua puluh empat jam anak belajar kepada guru utama mereka di rumah, kalau Home Learning belajarnya hanya saat guru mengirim materi pelajaran dan anak hanya bertatap muka dengan video atau hanya mendengar suara. Video walaupun gambarnya bergerak, tetap hakikatnya adalah benda mati. Sementara jiwa anak terus hidup dan butuh sentuhan secara langsung.
Jika Home Learning orang tua harus melaporkan kegiatan belajar kepada guru di sekolah. Home Schooling, laporannya hanya kepada Tuhan Yang Maha
Esa bahwa selaku orang tua telah menjalankan kewajiban mendidik anak dengan
sebaik-baiknya.
Wallahu'alam.
Tahun Ajaran Baru Kedua Anak Saya Tidak Ikut Home Learning, Tetapi Home Schooling
Reviewed by Aa Fajar Sang Fakir Ilmu
on
Saturday, June 06, 2020
Rating:
No comments: